Selasa, 04 Agustus 2020

Untuk Dimasku, Adik Laki-Lakiku

Hai, Adim... Sebelum lanjut membaca, tolong siapkan mental agar tidak merasa mual di tengah jalan ya.

Kita memang tidak memiliki hubungan kakak-adik semanis kisah-kisah yang tersaji di novel ataupun foto-foto yang terpampang di Pinterest. Kita juga tidak terbiasa mengungkapkan rasa sayang melalui kata-kata. Kita lebih sering mengusili dan memanggil satu sama lain dengan sapaan konyol yang selalu berujung dengan tawa, atau terkadang dengan kekesalan.

Setiap mendengar orang lain mengisahkan tentang bagaimana nakalnya si adik sewaktu kecil, Mbak merasa beruntung karena memiliki seorang adik yang manis meskipun dia pemalu dan agak cengeng. Setiap hari, di depan pintu rumah, Adim selalu berdiri menunggu Mbak Tari dan Mbak Tami pulang dari sekolah. Lucunya, dulu Adim selalu mau menjadi satu-satunya yang membukakan sepatu dan kaus kaki kami berdua.

Saat tiba waktunya Adim mulai bersekolah dan duduk di bangku TK A, Adim sering minta ditemani Mama di dalam ruang kelas. Adim takut untuk ditinggal sendiri. Beranjak naik ke TK B, Mama mau Adim menjadi anak yang lebih percaya diri dan berani. Maka dari itu Mama memutuskan untuk mengantar Adim hanya sampai gerbang sekolah. Di masa transisi tersebut, di dalam kelas di bangunan yang lain, Mbak khawatir Adim menolak untuk belajar. Beruntung jarak sekolah kita berdekatan. Setiap jam istirahat, Mbak minta izin ke penjaga di sekolah untuk keluar sebentar dengan alasan mengunjungi adik yang berada di TK sebelah. 

Pada hari pertama Mbak melakukan hal tersebut dan tiba di gerbang TK, tahu apa yang Mbak lihat? Adim sedang menangis keras dan tidak ingin dibujuk oleh siapapun. Saat itu juga Mbak meminta izin untuk masuk dan menemui anak yang sedang menangis tersebut. Adim luluh dengan cepat dan mau masuk ke dalam kelas dengan syarat Mbak harus tetap berdiri di depan jendela agar selalu terlihat oleh Adim sampai jam belajar Mbak kembali dimulai dan berjanji akan sering mengunjungi Adim pada jam istirahat sekolah.

Keadaan semakin menarik saat Adim masuk SD. Kita bersekolah di tempat yang sama. Akses Mbak untuk melihat keadaan Adim di sekolah pun semakin mudah. Tapi ada satu hal yang membuat Mbak agak kesal saat itu. Adim sering sekali buang air besar di celana dan panggil-panggil Mbak di kelas untuk membersihkan diri di toilet. Tami nggak pernah mau Mbak ajak gantian urus Adim. Akhirnya yang selalu terjadi adalah Mbak harus lari ke wartel depan sekolah untuk telepon Mbah Uti di rumah supaya mengirimkan pakaian ganti untuk Adim dan membawa pulang yang kotor. Setelah selesai telepon, Mbak harus lari lagi ke toilet untuk bantu Adim bersih-bersih. Untung, kejadian seperti itu berhenti sejak Adim menginjak kelas 2 SD.

Saat Mbak mulai remaja, Adim berubah menjadi sebuah gangguan. Adim selalu mau ikut kemanapun Mbak pergi main, membajak status BBM, bahkan menyalin pin BB teman-teman perempuan Mbak untuk kemudian Adim kirimkan pesan satu-satu. Saking kesalnya, Mbak sampai lapor ke Mama dan Ayah agar Adim dinasehati.

Dulu, Mbak selalu bertanya-tanya kenapa Allah kasih seorang adik laki-laki daripada seorang kakak laki-laki? Mbak pikir dengan punya kakak laki-laki, hidup rasanya akan jadi lebih mudah dan Mbak bisa punya cerita perkakak-adikan yang uwu seperti teman-teman yang lain.

Tapi seiring berjalannya waktu, rasa beruntung dan syukur hadir di setiap keberadaan Adim. Perlahan, Adim menjadi mandiri dan mengayomi. Adim juga semakin bijak dalam berkata dan bertindak. Adik laki-laki Mbak mulai tumbuh menjadi pria dewasa.

Terima kasih untuk selalu berusaha membangun rasa aman bagi mama dan kedua kakak perempuan Adim dengan bersedia mengantar dan menemani kemanapun kami pergi. Terima kasih untuk mau berbagi peran dalam mengurus rumah. Terima kasih untuk selalu menjadi pendengar yang baik untuk setiap cerita Mbak. Terima kasih untuk selalu menjadi teman liburan yang menyenangkan. Terima kasih untuk selalu bersuka rela menghabiskan masakan Mbak yang rasanya terkadang aneh supaya Mbak tetap semangat untuk mencoba lagi.

Tepat di hari ini, dua dekade lalu, Adim lahir ke dunia. Selamat ulang tahun. Semoga Adim selalu berada dalam lindungan Allah SWT dan dijauhi dari segala mara bahaya. Semoga Adim tumbuh menjadi laki-laki yang sebenarnya, yang mampu bertanggungjawab atas hidup Adim sendiri. Dan semoga Adim bisa selalu menebar kebaikan dan kasih sayang kepada sesama. Jangan lupa untuk bersenang-senang. Jalin pertemanan seluas-luasnya. Nikmati masa perkuliahan sebaik-baiknya. Kejar mimpi sekeras-kerasnya.

Mbak bersyukur sudah diberikan adik sebaik ini, adik laki-laki yang diam-diam selalu Mbak Tari dan Mbak Tami kagumi dan banggakan. Kalau ada yang tanya apa Mbak mau bertukar teman tumbuh bersama, diam-diam Mbak akan jawab "Tidak!".


❤.




Selasa, 09 Juni 2020

Pengalaman Swab Test Covid-19

Hi, guys!

Seperti yang sudah kita tau, pada awal Maret lalu untuk pertama kalinya di Indonesia ditemukan kasus warga yang positif terjangkit virus Covid-19 atau yang biasa kita sebut Corona. Seiring berjalannya waktu, lonjakan jumlah kasus pun tidak terelakkan. Kepanikan terjadi dimana-mana. Harga masker dan hand sanitizer meningkat tajam. Selain itu, masyarakat diharuskan belajar dan bekerja dari rumah. Social distancing juga diberlakukan. Per 9 Juni 2020 pada saat tulisan ini dibuat, tercatat ada 33.076 kasus terkonfirmasi positif Covid-19, dengan rincian 1.923 kasus meninggal, 11.414 kasus sembuh, dan 19.739 kasus dalam perawatan (kemenkes.go.id). Pemerintah juga telah menggelar rapid test sejak Maret lalu dengan tujuan melakukan skrining atau penyaringan awal di beberapa wilayah.

Terkait rapid test, kegiatan ini sudah dilangsungkan di lingkungan rumah gue sejak pagi tadi. Hal ini diinisiasi oleh pengurus RW setempat dan dilaksanakan di depan Pos RW. Sebenarnya ada 2 jenis test yang tersedia, yaitu, rapid test dan swab test. Kedua test ini tidak berbayar alias gratis. :)) Berikut akan gue ceritakan pengalaman gue bersama adik sepupu gue mengikuti swab test:

Pertama, setibanya kita di lokasi pemeriksaan, kita langsung diarahkan ke meja pendaftaran. Nantinya ada petugas yang membantu dalam mengisi formulir. Formulir tersebut berisi data diri, riwayat perjalanan, dan riwayat penyakit. Dokumen yang diperlukan hanya KTP dan kontak keluarga berupa nomor telepon yang bisa dihubungi saja. Setelah formulir diisi, petugas menjelaskan tentang jenis test apa saja yang tersedia, bagaimana prosesnya, bagaimana keakuratan test, kisaran biaya yang diperlukan apabila melakukan test di rumah sakit, dll. Kemudian, peserta test ditanya ingin mengikuti rapid test atau swab test. Gue tentu saja pilih swab test karena akurasinya lebih tinggi dan harganya lebih mahal kalo test di luar. Hehe.





Kedua, kita diarahkan ke sesi berikutnya. Petugas pengambil sampel akan mengecek nomor spesimen dan meminta kita untuk mengecek ulang apakah nama yang sudah ditulis di cryotube (tabung kecil) sudah benar atau belum. Kalau sudah, kita lanjut ke tahap berikutnya yg kurang menyenangkan.


Ditahap ini, petugas akan memasukkan alat semacam cutton bud tetapi dengan ukuran jauh lebih panjang dan lebih tebal ke dalam nasofaring (belakang hidung) secara perlahan dan diputar-putar selama beberapa detik. Proses ini dilakukan di kedua lubang hidung. Rasanya sakit dan nggak nyaman. Walaupun masih bisa ditahan sih. Setelah alat ini dicabut keluar, air mata otomatis keluar.


Tahap terakhir, petugas menggunakan alat yg mirip tetapi dengan ukuran yang lebih besar lagi. Kita diminta untuk membuka mulut lebar-lebar dan alat ini dimasukkan sampai menyentuh pangkal tenggorokan selama beberapa detik. Proses ini nggak menimbulkan sakit sama sekali. Berbeda dengan yang di hidung. Setelah itu, kedua cutton bud ini dimasukkan ke dalam cryotube sesegera mungkin.


Selanjutnya, kita berdua diarahkan ke sterilisasi area. Nggak diapa-apain kok, cuma diminta cuci tangan. Dan voila! Selesai sudah proses swab test yang gue jalani. Hasil testnya baru akan keluar minggu depan. Mohon doanya semoga gue dan adik sepupu negatif Covid-19 ya. Kalau temen-temen lihat ada pelaksanaan rapid test di sekitar rumah, jangan ragu dan jangan sungan buat coba, ok? Semoga kita semua selalu sehat dan berada di dalam lindungan Allah.

Until next time, bye-bye!

Jumat, 23 Februari 2018

Pra Volunteering Invitation Tournament Asian Games 2018

Hi, guys!

Di tulisan kali ini gue mau sharing ke kalian tentang pengalaman gue mulai dari mendaftarkan diri menjadi volunteer untuk The Invitation Tournament Asian Games 2018 sampai kegiatan-kegiatan apa aja yang udah gue jalanin. Asian Games adalah event olahraga terbesar se-Asia. Jadi kita patut berbangga bisa jadi tuan rumah untuk acara ini.

FYI, gue pilih tema ini karena setiap kali gue upload kegiatan selama volunteering kemarin di instagram, banyak temen-temen gue yang ternyata kepengin ikutan juga tapi gak tau gimana caranya.

Now, let's talk about my experiences. Firts thing first, gue sign up di asiangames2018.id. Setelah berhasil sign up dan konfirmasi email, gue pun segera sign in. Kemudian gue mulai isi form pendaftaran volunteer yang telah tersedia. Ya gue tinggal isi aja data yang diminta dengan selengkap-lengkapnya. Setelah selesai, maka akan muncul tampilan seperti ini:

Jujur aja, gue daftar itu satu jam sebelum pendaftaran ditutup. Awalnya gue udah denger kalo Asian Games 2018 bakal buka pendaftaran untuk volunteers. Tapi setelah gue tunggu-tunggu, ternyata belum dibuka juga. Sampai akhirnya gue bablas lupa dan temen gue tiba-tiba ngasih tau kalo malam itu adalah malam terakhir pendaftaran.

Setelah urusan registrasi online selesai, yang gue lakukan adalah menunggu. Dan 2 minggu kemudian, gue dapat email ini yang mengabarkan kalau gue berhasil untuk maju ke tahap selanjutnya, yaitu psikotes, FGD, dan wawancara.

Lokasi kegiatan ini dilakukan di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Jaksel. Walaupun durasi ujiannya lumayan lama, tapi ternyata ujiannya nggak sehorror yang gue kira haha.

Setelah lulus di tahap ini, jadwal mulai padat karena udah masuk ke berbagai training. Menurut gue, trainings yang dikasih oleh pihak INASGOC memang penting. Mulai dari sejarah Asian Games sampai etika bervolunteer. 

Oiya, apa itu INASGOC? INASGOC atau Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee adalah komite resmi yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia setelah ditunjuknya Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games ke-18. Sesuai hasil rapat pada Olympic Council of Asia Meeting di Incheon, Korea Selatan tanggal 19 September 2014 (asiangames2018.id).

Nggak lama setelah trainings selesai, all volunteers diundang untuk visit venues di komplek GBK. Ini adalah kegiatan favorite gue selama persiapan menjadi volunteer untuk Invitation Tournament of Asian Games 2018. Gimana ya, rasanya bangga bisa dapat chance untuk ngunjungin venues pertandingan yang even nggak boleh sembarangan orang kunjungin.

I thank you, INASGOC, for this big opportunity. Venues yang gue visit itu Hall A Basketball, Archery Field, dan Main Stadium. Kita dibriefing tentang segala hal tentang arena pertandingan yang akan dipakai di Invitation Tournament of Asian Games 2018. Mulai dari sedikit tentang sejarah bangunan, sampai ke ruangan-ruangan yang tersedia di venues itu.

Gue rasa, segitu dulu aja tulisan kali ini. Karena di next post gue akan cerita pengalaman gue sebagai seorang (officially) volunteer di Invitation Tournament of Asian Games 2018. 

Until next time. Bye-bye!

Jumat, 15 Desember 2017

Refleksi Marketing Politik dalam Politik Lokal di Indonesia

Pemasaran politik membantu dan mempermudah masyarakat dalam hal menganalisis para kandidat untuk kemudian menentukan pilihan. Dengan adanya persaingan di antara para calon gubernur dan wakil gubernur, mereka berusaha untuk mempengaruhi opini publik. Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh para calon ini membuat isi dari informasi yang disampaikan kepada khalayak semakin besar. Komunikasi yang tercipta antara para kandidat calon pun mempermudah masyarakat untuk menggali dan mendapatkan semua hal yang berkaitan dengan latar belakang, program kerja, serta isu-isu terkini melalui pemasaran politik. Dalam pembahasan ini saya akan menjadikan DKI Jakarta sebagai contoh, karena bisa dibilang, Jakarta adalah miniatur Indonesia. Pilkada DKI Jakarta 2017 menurut saya sudah sesuai dengan model marketing politik dari Kottler and Kotler. Hal tersebut dikarenakan dengan menggunakan model pemasaran tersebut masyarakat dapat menganalisis bagaimana cara kerja pasangan calon, konsultan, dan juga timses dalam usahanya menganalisis lingkungan sosial, membangun citra, menarik simpati masyarakat, dan juga kesempatan memenangkan Pilgub DKI Jakarta 2017 secara terperinci.
Dalam kasus marketing politik pasangan Ahok-Djarot, saya rasa aspek-aspek pemasaran politik dari Kottler and Kotler hampir semua tercukupi dalam menghadapi Pilkada DKI Jakarta 2017. Kecuali pada aspek internal and external assessment. Dengan double minoritas yang dimiliki oleh Ahok, seharusnya beliau mampu untuk lebih aware dengan kalimat yang akan ia lontarkan, khususnya apabila kalimat tersebut berkaitan dengan suatu agama. Dan satu kesalahan kecil tersebut terbukti mampu berakibat fatal dengan kalahnya pasangan ini di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017. Hal ini pun menjadi titik lemah pertahanan Ahok-Djarot. Kasus penistaan agama yang menjerat Ahok dijadikan oleh kubu lawan sebagai “senjata” untuk menggiring opini publik bahwa Ahok adalah seorang pejabat yang tidak layak untuk menjabat karena telah menista agama Islam. Hal tersebut menjadi gerbang bagi kubu lawan untuk melakukan propaganda anti Ahok melalui dalil-dalil agama yang di sangkut pautkan, antara lain QS. Al-Maidah ayat 51.
Dalil ini diangkat untuk dijadikan dogma bahwa dilarang untuk memilih pemimpin non muslim. Demo besar-besaran dan berjilid-jilid pun digelar. Tujuannya tidak hanya untuk memasukkan Ahok ke dalam bui, tetapi juga merupakan sebuah kampanye bahwa agama Islam melarang umatnya memilih non muslim untuk menjadi pemimpin. Jadi saya rasa demo yang berjilid-jilid tersebut bukan hanya sekedar ajang unjuk rasa, melainkan sudah menjurus ke dalam black campaign.
Kartel adalah suatu kecenderungan perilaku elite politik yang sedang berkuasa untuk melanggengkan kekuasaan melalui cara-cara terselubung. Dalam upaya melanggengkan kekuasaan individu. Contoh kartel politik dapat kita temui dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Dimana salah satu calon gubernur yang pada saat itu mencalonkan dirinya sebagai orang nomor 1 di DKI Jakarta merupakan anak dari salah seorang elite partai politik. Ia yang sebelumnya memiliki pangkat jenderal, berhenti dari dunia militer dan terjun ke dunia politik guna mensukseskan peta politik dari sang ayahanda. Trah Cikeas yang ingin dipertahankan oleh sang ayah, membuat calon gubernur tersebut harus merubah haluan karir secara drastis. Menang kalah sang putra dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 bukan lah hal yang penting bagi sang ayah. Karena hal tersebut hanyalah langkah awal bagi sang anak untuk terjun ke dunia politik. Dan tujuan utama sang ayah adalah menjadikan anaknya tersebut mampu menjadi ketua umum dari Partai Biru. 
Dengan beradanya kita di era globalisasi, maka kita tidak boleh menutup mata bahwa dunia digital sangat berperan penting dalam banyak aspek kehidupan masyarakat. Di Indonesia popularitas dunia digital mulai mengalami pergerakan menuju tren online mobile. Perkembangan media sosial di dunia maya pun akan semakin berkembang dan terus tumbuh. Kemampuan dalam menguasai dan memanfaatkannya akan menjadi faktor pendukung yang amat baik bagi para pelaku politik untuk proses komunikasi dan kampanye politiknya. Dampak positif terbesar dalam menggunakan media sosial sebagai alat kampanye ialah menciptakan komunikasi yang lancar antara para calon dan pendukungnya. Selain itu media sosial juga mampu menjadi wadah untuk menarik dukungan suara dari massa mengambang.
            Berdasarkan survey yang dilakukan Opera di sembilan kota besar yang melibatkan 1.000 responden menunjukkan bahwa sekitar 78% responden menuturkan kegiatan menunggu terasa lebih baik jika mereka memiliki koneksi internet. Tak hanya itu, 66% responden juga menyebutkan rela mengorbankan beberapa hal lain untuk mendapatkan koneksi internet saat menunggu (www.indotelko.com). Berdasarkan data tersebut tentunya dunia digital sangat harus dipertimbangkan dalam marketing politik di Indonesia. Yang paling penting dalam melakukan kampanye melalui media sosial ialah etika dalam proses komunikasi. Para pelaku politik harus paham bahwa media sosial merupakan media untuk menyampaikan gagasan, visi, misi, serta  opini. Yang tentunya harus disampaikan dengan santun, arif, serta bertanggungjawab guna membangun kedewasaan dalam berpolitik di Indonesia.

Untuk Dimasku, Adik Laki-Lakiku

Hai, Adim... Sebelum lanjut membaca, tolong siapkan mental agar tidak merasa mual di tengah jalan ya. Kita memang tidak memiliki hubung...